Sertifikat Menyelam Agar Tidak Menjadi Diver Teh Celup

Bali merupakan surga bagi para traveler, setiap hari objek wisatanya selalu ramai di kunjungi oleh turis Domestik dan Internasional. Di Bali objek wisata terbilang lengkap mulai dari wisata budaya, wisata pengunungan, air terjun, goa dan laut.

Watersport merupakan kegiatan yang banyak di minati bagi para pelancong, salah satunya adalah teman saya ” Macil”. Pada bulan Desember tahun 2014 saya dan Macil berlibur ke Bali ditodong buat menemani lebih tepatnya, tujuan utama Macil adalah mencoba diving di Bali. Tapi kami berdua belum mempunyai sertifikat untuk diving, maka untuk persiapan kita mencoba TSD (Try Scuba Diving) di salah satu DC ( Dive Center) yang berada di kolom renang senayan sekarang sudah pindah.

Pada saat TSD kita dikenalkan pada alat alat dive dan cara menggunakannya, teori dasar selam yang aman serta pentingnya bersertifikat. Masalahnya untuk memperoleh sertifikat di perlukan waktu 2-3 bulan dan biayanya juga lumayan menguras dompet. Apalagi bagi traveler backpacker seperti saya. hehehe

Berbekal pengetahuan dari TSD kami nekad mencoba diving di Tanjung Benoa, saya lupa operator kegiatan di sana apa namanya, yang pasti jauh dari yang kami bayangkan. Sampai di lokasi kami bertemu dengan Sashi, saya dan Macil berkenalan karena kami akan dive bersama. Sambil menunggu alat dan perahu siap kami ngobrol dengan Sashi, yang ternyata dia berasal dari Jakarta dan sedang Flue Berat.

Hidung Mampet kepala agak sedikit pusing, dan kami spontan bilang klo Flue parah kek gini ga boleh dive, tapi guide kami membolehkan, katanya tidak bahaya, dan Sashi akhirnya memutuskan untuk lanjut dive bersama kami. Masing – masing dari kami di tanya apakah sudah pernah dive sebelumnya kami bertiga kompak menjawab belum.

PENGENALAN ALAT

Pada saat TSD pengenalan alat dilakukan dengan membagikan 1 paket alat dive ke masing masing peserta, dive master (trainer) menjelaskan fungsi, cara merangkai, cara memakai dan kegunaan masing masing alat tersebut. Sebelum di pakai di kolam peserta di minta untuk mengecek kembali alat tersebut. Mulai dari BSD (Buoyancy Control Device)/ jaket pelampung apakah ada kebocoran, Regulator (alat untuk bernafas ,biasanya dilengkapi dengan pengukur kedalaman di sebelah kiri) apakah berfungsi dengan baik, tombol inflate and deflate (tombol untuk mengatur daya apung BSD) apakah berfungi dengan baik.

Setelah semuanya dipastikan aman maka kami akan memasang alat tersebut dan mencobanya di dalam kolam kedalaman 5M. Di permukaan kolam kami memastikan kembali bahwa masker (google), regulator sudah dipakai dengan nyaman. Di Tanjung benoa semua itu tidak kami lakukan, pengenalan alat hanya di jelaskan secara singkat dengan menyebutkan nama dan kegunaan masing masing, dan kami langsung di ajak ke perahu. Saya dan Macil saling tatap dan kami seperti sama sama paham apa yang ada dalam kepala masing masing. “KOK KAYA GINI”. Tapi tetap lanjut, seperti terhipnotis.

DIVING

Sebelum ke perahu saya bertanya akan menyelam pada kedalaman berapa ke guidenya dan guidenya menjawab di 10M. Jika di 10m maka saya aman untuk membawa kamera Underwater, kamera Underwater yang saya bawa hanya bisa sampai kedalaman 15M. Untuk penyelam pemula kedalaman yang di perbolehkan hanya 18M. Sampai di spot dive kami melakukan persiapan pemasangan alat di perahu terlebih dahulu, dan kami turun dari perahu bergantian di mulai dari Sashi, Macil dan Saya. Setelah semuanya siap dan nyaman dengan peralatan masing masing kami di beri aba aba untuk turun kebawah (menyelam).

Di bawah Sashi memberikan sinyal ada masalah, dari hand signalnya memberikan tanda kepalanya tidak nyaman ada masalah. Di luar dugaan guide kami malah menarik Sashi lebih dalam dan memfoto Sashi dengan Nemo sedangkan dia selalu memberikan tanda kalau kepalanya bermasalah. Setelah berfoto dengan Nemo Shasi dibawa kepermukaan, saya dan Macil di tinggal di kedalaman, saat itu saya cek di regulator, saya berada di kedalaman berapa, ternyata alatnya tidak berfungsi. Saya berusaha untuk tidak panik dan mendekati Macil, pada saat mendekati Macil kami baru sadar kami berada di Spot Sea Walker. Fiuuuh aman.

Beberapa saat kemudian guidenya menghampiri kami, kami diajak untuk menjelajahi spot tersebut sambil berfoto-foto. Pada saat sedang asyik di foto-foto kamera saya shutter sendiri berkali kali dan mati. Kesimpulan saya saat itu habis baterainya. Kenyataannya kami sudah di kedalaman lebih dari 15M. Jika kamera berada melebihi dari batas kemampuannya dia akan shutter sendiri dan tidak berfungsi.

KEMBALI KEPERMUKAAN

Baterai kamera habis saya dan Macil minta naik kepermukaan pada guide-nya. Kamipun naik perlahan kepermukaan dan sudah di tunggu oleh perahu yang kami tumpangi tadi. Sampai di atas perahu kami kembali ke darat untuk bilas dan bersih bersih. Pada saat bersih bersih saya bertanya ke Sashi tadi kenapa. Sashi menjelaskan kalau kepalanya sakit, telinganya sakit karena gagal equalize (menyetarakan pressure di gendang telinga), nah betul ternyata tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan dive pada saat sedang flue berat. Saya dan Macil sudah tidak bisa berkata kata.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Di perjalanan menuju penginapan saya dan Macil kompak berkata “Kita harus ikut kelas untuk Ber-license untung ga mati.” dan kamipun tertawa. Menertawakan kebodohan kami. Sampai di Jakarta kami menceritakan kejadian tersebut ke Dive Master kami pada saat TSD Bang Sammy namanya, beliau hanya berkata “Sudah mengertikan pentingnya Ber-license dan seperti apa Diver Teh Celup yang sama maksudkan kemarin.” sambil tersenyum penuh arti.

Exit mobile version